My Island

Avlan's Pictures Slideshow: Marvel’s trip to Tobelo, Halmahera, Indonesia was created by TripAdvisor. See another Tobelo slideshow. Create a free slideshow with music from your travel photos.

Selasa, 21 Juni 2011

Kau Tetap yang Dicari

Tubuh legam dihujam mentari
Tetap tersenyum meski terbungkuk
Melangkah tertatih tak pernah henti...
Menawar jasa tuk sepiring nasi

Beban menjadi kesempatanmu
Kain tetap terikat berisi harapan
Selembar duit tak mengapa
Terima kasih tetap terucap

Bagi mereka yang disayangi
Kulit kasar menjadi biasa
Bagi mereka yang kau cintai
Lelah-letih bukan alasan

Wahai Kau penawar jasa...
Disebut buruh tak kau hiraukan
Pasar batik menjadi saksi
Perjuanganmu menyentuh hati

Tetaplah semangat, hai sobat
Pandanglah Hidup adalah Anugerah
Meski di hiruk-pikuk suara insan
Kau tetap yang dicari...

Rabu, 15 Juni 2011

Belajar dari Romo mangun


Belajar dari Romo Mangun
Di Yogyakarta, kampung itu terkenal dengan nama Gondolayu. Dalam bahasa Jawa, gondo berarti bau dan layu diambil dari kata lelayu yang artinya kematian. Kampung itu berada di bantaran Sungai Code, yang di masa 1980-an kondisinya kotor dan merupakan daerah tak bertuan yang penuh dengan ilalang.
Dulu, hampir sebagian besar petak rumah di wilayah itu terbuat dari kardus-kardus bekas, karung goni, dan plastik bekas. Hal ini membuat siapa pun yang melewati jembatan Gondolayu kala itu menyaksikan wujud kemiskinan yang paling memprihatinkan.
Namun, bukan itu alasan utama kenapa Kampung Code Utara, Kecamatan Kota Baru, Yogyakarta, kemudian mendapat julukan sebagai Kampung Gondolayu. "Yang tinggal di sini orang-orang yang istilahnya pada waktu, wong ra enak (orang nggak enak), para gah yang menjalani hidup keras di jalanan," kata Darsam, 50 tahun, Ketua RT 01/RW01 Kampung Code Utara, Kota Baru. Darsam menghuni bantaran Kali Code semenjak akhir 70-an.
Orang nggak enak, bisa dikatakan adalah sebuah konsepsi mengenai sekelompok orang yang hidupnya keras, senantiasa bau pertempuran, bau darah, dekat dengan kematian. Dan itu didefinisikans sendiri oleh orang yang menjadi bagian dari kaum itu.
Adalah Yusuf Bilyarta Mangunwijaya yang akrab disapa Romo Mangun yang memberi cahaya kehidupan bagi mereka. Darmi, 42 tahun, istri Darsam, menyebut Romo Mangun sebagai pelindung dan penyelamat. Itu karena, menurut Darmi, Romo tak hanya membuat rumah susun yang layak huni bagi warga di situ, namun juga hidup bersama dengan mereka.
Saat Pemda Yogya hendak menggusur permukiman kumuh itu, Romo Mangun bahkan mogok makan sendirian di situ untuk menentang keinginan Pemda Yogya. Dengan seluruh hidupnya, Romo Mangun mendampingi warga secara mental, ekonomi, dan arsitektural. Secara ekonomi, Ibu Siti Nurhayati, 63 tahun, salah seorang warga yang merupakan gelombang pertama penghuni Code, mengisahkan bagaimana Romo Mangun membuat warga mengelola keuangan.
"Pekerjaan orang sini dulu rata-rata pengemis, tukang gali, dan pemulung. Nah, pemulung itu kalau Sabtu dapat uang lumayan. Kebanyakan habis malam itu juga untuk judi, mabuk, atau main perempuan. Akhirnya terjerat rentenir, Romo Mangun pun bikin koperasi, diajari nabung, sampai sekarang masih ada," kata Siti Nurhayati.
Begitulah, Kampung Code Utara yang pada 1984 dihuni 35 keluarga kini dihuni oleh 54 KK. Dengan 200-an jiwa, peninggalan Romo Mangun secara kasat mata bisa kita lihat rumah-rumah susun yang terbuat dari bambu yang dicat warna-warni, balai warga yang berarsitektur unik, tempat bermain, dan maket-maket Romo Mangun yang tersimpan di Museum Romo Mangun.
Tapi, kita akan gagal mengerti, kalau hanya melihat kerapihan bangunan, jalanan kecil yang rapi dan bersih, mengenai apa yang diupayakan Romo Mangun sepanjang hidupnya di Code. Kali Code, dan bagaimana masyarakat bersama Romo Mangun dan aktivis-aktivis sosial lain di sana, memberi inspirasi kepada kita semua mengenai bagaimana seharusnya bekerja melawan kemiskinan.
Kemiskinan dan kekumuhan, jelas bukan hal yang bisa diatasi dengan penggusuran, seperti yang sampai hari ini masih menjadi kebijakan pemda untuk membuat bantaran sungainya sedap dipandang. Sebaliknya, perlu sebuah upaya yang sungguh-sungguh, berkesinambungan, yang tak hanya menyiapkan petak-petak indah untuk tidur lelap di tepian sungai, namun juga mengubah mental masyarakat, mengedepankan keberpihakan, dan langkah nyata.
"Kini penduduk sini pekerjaannya sudah berubah. Saya kerja servis elektronik, kemarin juga sempat jadi caleg meski nggak menang. Penduduk yang dulunya pemulung, kini sudah tidak ada lagi," kata Darsam.
Pada 1992, Kampung Code Utara mendapat penghargaan arsitektur internasional Aga Khan Award for Architecture. Sebuah apresiasi masyarakat dunia untuk kampung yang dulunya berbau amis kematian. YK/L-1
Sumber : Koran Jakarta Nasional